Pengaruh Senam Aerobik Intensitas Rendah dan Tinggi
Terhadap Fleksibilitas Otot dan Sendi pada Lansia
Oleh :
Cynthia putri S (101.0019)
Henny enarotalis (101.0049)
Rifan henry (101.0093)
Shanty dyah (101.0105)
Vita aristiarini (101.0113)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HANG TUAH SURABAYA
2013
Daftar isi
Bab 1
Pendahuluan
1.1
latar belakang
......................................................................................................................
1.2
rumusan masalah
.................................................................................................................
1.3
tujuan ...................................................................................................................................
Bab 2 Tinjauan
Pustaka
2.1
konsep aerobik
....................................................................................................................
2.1.1
aerobik sedang
............................................................................................................
2.1.2
aerobik tinggi
.............................................................................................................
2.2
konsep lansia
.......................................................................................................................
2.2.1
definisi lansia
.............................................................................................................
2.2.2
perubahan yang terjadi pada lansia
............................................................................
2.3
konsep fleksibilitas otot
......................................................................................................
2.3.1
definisi fleksibilitas
....................................................................................................
2.3.2
faktor-faktor yang memengaruhi fleksibilitas
............................................................
2.3.3
peranan fleksibilitas
...................................................................................................
2.3.4
fleksibilitas otot pada lansia
.......................................................................................
2.4
konsep senam aerobik sedang dan tinggi terhadap
fleksibilitas otot pada lansia ...............
2.4.1
metode-metode latihan untuk meningkatkan
fleksibilitas ..........................................
bab 3
pembahasan
3.1
fleksibilitas otot dan sendi pada lansia
................................................................................
3.2
pengaruh senam aerobik intensitas rendah dan
tinggi terhadap fleksibilitas otot dan sendi pada lansia
.................................................................................................................
daftar pustaka
............................................................................................................................
|
1
3
3
4
4
5
5
5
8
13
13
15
16
18
19
20
25
26
28
|
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk
melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Fleksibilitas
sering mengacu kepada ruang gerak sendi atau sendi-sendi tubuh. Ruang gerak
sendi dipengaruhi oleh otot-otot, tendo dan ligamen. Definisi fleksibilitas
adalah “kemampuan dari sebuah persendian untuk melakukan gerak melalui luas
gerak yang penuh” (Damien Davis, 1986: 39). Fleksibel atau tidaknya seseorang
ditentukan oleh luas atau sempitnya ruang gerak sendi-sendinya dan elastis atau
tidak otot-ototnya. Orang yang kaku atau tidak elastis, biasanya terbatas ruang
gerak sendi-sendinya. Elastisitas otot (berarti juga fleksibilitas) akan berkurang kalau
orang lama tidak latihan. Dengan pelatihan
olahraga dapat berperan penting dalam upaya pembentukan dan peningkatan status
kesehatan individu. Latihan kondisi fisik (physical conditioning) yang
dilakukan secara teratur dengan dosis yang tepat dapat memberi manfaat bagi
program kesehatan, kebugaran, prestasi serta program penatalaksanaan
fungsi-fungsi tubuh. Latihan fisik juga dapat menjadi modulator dalam
pengelolaan pembuluh darah dan sirkulasi non farmakologis (Lee dan Lip, 2003)
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan
pada daur kehidupan manusia (Keliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU
No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk,
2008: 32). Penuaan
atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan
proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau
yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
Jumlah
orang lanjut usia pada tahun 2000 diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun
2020 sebesar 11,34% (BPS,1992). Dari data USA-Bureau of the Census,
bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan wargalansia terbesar
seluruh dunia, antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 41,4% (Maryam,
2008).Semakin seseorang bertambah usia maka seseorang akan rentan terhadap
suatu penyakit karena adanya penurunan pada sistem tubuhnya. Lansia cenderung
mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal. Penurunan pada sistem
muskuloskeletal ini dapat mempengaruhi mobilitas fisik pada lansia dan bahkan
dapat mengakibatkan gangguan pada mobilitas fisik pada lansia. Nyeri lutut
merupakan salah satu tanda dan gejala dari osteoarthritis (Taslim, 2001).
Dewasa ini senam aerobik banyak dipilih oleh masyarakat untuk meningkatkan
kebugarannya dan merupakan salah satu bentuk latihan aerobik selain jogging,
berlari, bersepeda, berenang, loncat tali, senam atau menari, dan permainan
seperti lari, tennis dan sepak bola. Senam aerobik merupakan latihan yang
menggerakan seluruh otot terutama otot besar dengan gerakan terus menerus,
berirama, maju, berkelanjutan. Dalam senam aerobik dipilih yang mudah,
menyenangkan dan bervariasi sehingga memungkinkan seseorang untuk
melakukanya secara teratur dalam kurun waktu yang lama, oleh kerena itu
diperlukan energi dari proses oksidasi.
Menjadi tua akan dialami oleh setiap
manusia. Hal ini bersifat universal, namun perkembangan tua ini tergantung oleh
setiap individu. Laju dari penuaan juga berbeda antar individu dan hal tersebut
memiliki faktor penyebab, seperti: lingkungan, keluarga, masyarakat sekitar, nutrisi, dan Kebutuhan oksigen. Fenomena tua juga memiliki
keunikan tersendiri, dimana setiap orang akan berubah tingkah laku dan
kebiasaannya sesuai dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satu
yang berubah yaitu dari fisik. Penurunan fungsi, salah satunya penurunan
fleksibilitas otot sehingga lansia sulit untuk melakukan kegiatan sehari-hari
secara normal (Karim, 2002)
Dewasa ini senam aerobik banyak dipilih
oleh masyarakat untuk meningkatkan kebugarannya dan merupakan salah satu bentuk
latihan aerobik selain jogging, berlari, bersepeda, berenang, loncat tali,
senam atau menari, dan permainan seperti lari, tennis dan sepak bola. Senam
aerobik merupakan latihan yang menggerakan seluruh otot terutama otot besar
dengan gerakan terus menerus, berirama, maju, berkelanjutan. Dalam senam
aerobik dipilih yang mudah, menyenangkan dan bervariasi sehingga memungkinkan
seseorang untuk melakukanya secara teratur dalam kurun waktu yang lama,
oleh kerena itu diperlukan energi dari proses oksidasi (karim, 2002)
Dalam menghadapi kemunduran yang terjadi
maka lansia perlu melakukan banyak kegiatan yang membuat tubuh lansia menjadi
sehat atau mempertahankan fungsi tubuh pada lansia agar dapat melakukan
kegiatan sehari-hari yang mungkin masih bisa dilakukan. Salah satu upaya yang
disarankan oleh penulis untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan fisik
dari lansia yaitu dengan melakukan senam aerobik. Senam aerobik yang disarankan
penulis adalah senam aerobik dengan intensitas sedang dan tinggi. Senam aerobik
yang dilakukan bertujuan untuk menguatkan jantung, menguatkan otot dan tulang,
mengendalikan kadar gula darah, meningkatkan kekebalan tubuh dan meningkatkan
energi. Senam ini dilakukan demi meningkatkan taraf kesehatan lansia dan
menjadikan kehidupan lansia menjadi lebih sehat dan bahagia.
1.2.Rumusan
Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan fleksibilitas otot dan
sendi pada lansia ?
2. Bagaimana
pengaruh dari senam aerobik intensitas rendah dan tinggi terhadap lansia ?
1.3.Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Mengetahui
pengaruh yang ditimbulkan dari senam aerobik intensitas rendah dan tinggi terhadap fleksibilitas
otot pada lansia
1.3.2
Tujuan khusus
1. Menggambarkan
senam aerobik intensitas rendah
dan tinggi pada lansia
2. Menggambarkan
fleksibilitas otot dan sendi pada lansia
3. Menjelaskan
pengaruh senam aerobik intensitas rendah dan tinggi terhadap fleksibilitas otot dan sendi
pada lansia
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.Konsep
Aerobik
Dalam arti harfiah, "aerobic" berarti "dengan oksigen".
Yakni penggunaan oksigen dalam pembuatan energi seperti yang dilakukan oleh
otot-otot. Olahraga aerobik adalah setiap jenis
kegiatan fisik yang dilakukan pada tingkat intensitas sedang untuk jangka waktu
tertentu. Dalam hal ini, oksigen digunakan untuk "membakar" lemak dan
gula untuk menghasilkan adenosin trifosfat yang merupakan pembawa dasar dari
energi di tingkat sel. (Lynne,
2002)
Agar lemak dapat terbakar sempurna selama latihan fisik, perlu oksigen.
Moderasi yang diperlukan dalam sebuah latihan aerobik memungkinkan sel otot
untuk terus disuplai dengan oksigen yang cukup. Contoh
kegiatan aerobik salah satunya adalah berjalan jarak jauh dengan kecepatan
sedang. Bermain tenis tunggal dianggap sebagai kegiatan aerobik karena
grakannya yang kontinyu. Namun, golf dan tenis ganda tidak dianggap
sebagai kegiatan aerobik, karena mereka lebih sering istirahat.
Aerobik adalah istilah
umum yang digunakan untuk latihan yang menggabungkan beberapa elemen olahraga
aerobik, peregangan, dan pelatihan kekuatan dengan tujuan utama meningkatkan
kemampuan (fleksibilitas, kebugaran kardiovaskular, dan kekuatan otot)
seseorang. Dipopulerkan
oleh selebriti dan guru olahraga selebriti, latihan aerobik biasanya dilakukan
dengan musik dan dengan kelompok. Biasanya, ada instruktur yang memimpin
gerakan dan isyarat dari perubahan gerakan olahraga. Aerobik
saat ini telah berkembang menjadi sesuatu yang dilakukan dengan berbagai
gerakan seperti beberapa gerakan tari yang mirip dengan gerakan olahraga. Selain itu, kelas aerobik sekarang dibagi ke dalam
beberapa tingkatan intensitas dan kompleksitas. (Dinata, 2007)
2.1.1
Aerobik
Rendah
Low-impact Aerobics yaitu, olahraga
aerobik yang cenderung santai dan meningkatkan denyut jantung secara
perlahan-lahan, contohnya jalan kaki, joging dan renang. Sesuai namanya, low-impact tidak mencakup kegiatan yang dapat membahayakan
tulang dan sendi seperti melompat dan terpental. Gerakan yang dilakukan
memiliki intensitas yang lebih rendah, sehingga mengurangi risiko
cedera. Dalam olahraga ini, satu atau kedua kaki harus selalu menyentuh
lantai.
Dengan
olahraga low-impact, Anda
tidak perlu langsung memulainya pada tingkat yang tinggi. Anda bisa mulai melakukannya di tingkat yang lebih
lambat dan akan meningkat secara bertahap. Aerobik low-impact sangat ideal untuk manula, penderita
obesitas dan kelebihan berat badan serta wanita hamil. (Lynne, 2002)
2.1.2
Aerobik
Tinggi
High-impact
Aerobics yaitu, olahraga aerobik
yang
bisa meningkatkan denyut jantung secara cepat, contohnya berlari, tenis dan
menari. Aerobik high-impact menggunakan gerakan yang berbeda,
seperti gerakan melompat, berputar, menyeret, penggandaan, dll. Gerakan semacam
ini dimaksudkan untuk membangun daerah perut, betis, dan juga sistem
kardiovaskular.
Bagi
Anda yang lincah dan aktif, maka aerobik high-impact mungkin pilihan yang terbaik. Tapi
jika Anda seorang pemula, maka dianjurkan untuk mengikuti aerobik low-impact. Perlu diingat
bahwa saran dokter sangatlah penting. (Lynne, 2002)
2.2.Konsep
Lansia
2.2.1. Definisi Lansia
Lansia
adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan
normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di
wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan
tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka
harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial,
serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua
adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian
lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di
mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui,
ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati.
Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan
baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian
lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai
umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya
sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan
menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut
adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan
menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan menjadi
4, yaitu:
- Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
- Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
- Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
- Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia
(lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides,
1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu
aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban
dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial
di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber
daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan
keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di
Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus
dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
Menurut
Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa
dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain,
periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa
kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa
ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah
kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.
Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks
eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka
kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga
lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara
kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia
ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin
cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
2.2.2.
Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Banyak
kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai
ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho
(2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1.
Perubahan
Fisik
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya
lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di
otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme
perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan
antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca
indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu,
ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya
akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil
timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya
pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak
jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Cardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi
kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun,
kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk
(duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan
tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus
dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu,
kemunduran terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan
antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya
aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal,
sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering
timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i.
Sistem
Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria
melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada
wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas
jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek
pada seks sekunder.
j.
Sistem
Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun
(ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen,
progesterone, dan testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut
karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak,
berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya,
perubahan pada bentuk sel epidermis.
l.
Sistem
Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh,
kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi
lamban, otot mudah kram dan tremor. Fleksibilitas otot lansia sudah mulai
menurun, dikarenakan sel-sel yang ada telah berkurang.
2.
Perubahan
Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
- Perubahan fisik.
- Kesehatan umum.
- Tingkat pendidikan.
- Hereditas.
- Lingkungan.
- Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi
misalnya kekakuan sikap.
- Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10
menit.
- Kenangan lama tidak berubah.
- Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
3.
Perubahan
Psikososial
- Perubahan
lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman,
takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic dan depresif.
- Hal
ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
- Pensiunan,
kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau
relasi
- Sadar
akan datangnya kematian.
- Perubahan
dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
- Ekonomi
akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
- Penyakit
kronis.
- Kesepian,
pengasingan dari lingkungan social.
- Gangguan
syaraf panca indra.
- Gizi
- Kehilangan
teman dan keluarga.
- Berkurangnya
kekuatan fisik.
Menurut
Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan biologis,
psikologis, sosiologis.
1.
Perubahan
biologis meliputi :
- Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang
bertambah mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit
kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang
menetap.
- Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia
lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam
folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan
kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera
pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf
pendengaran.
- Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal
mengakibatkan ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya
asupan gizi pada usia lanjut.
- Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada
saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan
usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang
air besar yang dapat menyebabkan wasir .
- Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia
lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan
dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.
- Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang
menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses
informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan
melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana
mengatur sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.
- Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan
air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran
nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
- Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah
satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia
lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan
dehidrasi.
2.
Kemunduran
psikologis
Pada
usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan
penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma
lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.
3.
Kemunduran
sosiologi
Pada
usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman usia
lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi
kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan
membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang
baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh
usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.
2.3.Konsep
Fleksibilitas Otot
2.3.1
Definisi Fleksibitas
Membicarakan
masalah fleksibilitas selalu mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau
persendian tubuh. Banyak ahli memberikan penjelasan mengenai pengertian
fleksibilitas yaitu antara lain :
1.
Menurut Harsono (1988:163),
“Fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak
sendi.”
2.
Menurut Rushall & Pyke
(1990:273),Fleksibilitas adalah suatu karakteristik yang penting bagi
penampilan atlet, karena fleksibilitas murupak ruang gerak yang digunakan untuk
suatu teknik olah raga dan memperluas gerakan di mana dengan gerakan itu
kekuatan akan terciptakan. Fleksibilitas berhubungan dengan ruang gerak di sekitar
sendi.
3.
Menurut Bloomfield (1994:209),
Fleksibilitas adalah ruang gerak di sekitar sendi atau di beberapa sendi.
4.
Menurut AAHPERD (1999:112), Flesibilitas
adalah kemampuan sendi, otat, dan tendon-tendon di sekitarnya untuk dapat
digerakkan dengan bebas dan nyaman, maksudnya adalah ruang gerak yang luas.
Dari
beberapa pendapat diatas mengenai pengertian flesibilitas, maka dapat
disimpulkan bahwa fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan gerak dalam
ruang gerak sendi. Kemampuan yang dimaksud merupakan prasyarat untuk
menampilkan suatu ketrampilan yang memerlukan ruang gerak sendi yang luas dan
memudahkan untuk melakukan gerakan-gerakan yang cepat dan lincah. Keberhasilan
untuk menampilkan gerakan demikian itu sangat ditentukan oleh luasnya ruang
gerak sendi.
Fleksibilitas
merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang mempunyaiperan penting.
Peranan tersebut bagi non olahragawan adalah untuk menujang aktifitas kegiatan
sehari-hari. Sedangkan bagi para olahragawan yang terlibat dalam cabang
olahraga yang banyak menuntut keluwesan gerak seperti senam, juto, gulat,
atletik, dan cabang-cabang olah raga permainan lainnya ternyata fleksibilitas
juga sangat diperlukan.
Fleksibilitas
yang dimiliki seseorang biasanya menggambarkan kelincahan seseorang dalam geraknya.
Bahkan bagi para olahragawan yang terlibat dalam cabang olahraga yang dominan
unsur fleksibilitasnya, apabila fleksibilitas tinggi akan menampakkan prestasi
yang lebih baik dibandingkan dengan olahragawan yang tingkat flesibilitasnya
rendah.
1. Otot
Kebanyakan
jaringan tertentu dari satuan-satuan sel hidup yang susunannya disesuaikan
dengan fungsi jaringan tertentu. Satuan sel utama dalam jaringannya disebut
serabut otot. Serabut tersebut panjang dan kecil serta di kelilingi oleh
matriks jaringan ikat yang disebut endomisium. Serabut itu letaknya sejajar dan
disusun dalam ikatan. Tiap ikantan ini terbungkus oleh perimisium, yaitu
lapisan kedua dari jaringan ikat. Ikatan-ikatan ini terbungkus dalam epimisium,
yaitu lapisan jaringan yang menutupi seluruh otot.
Lapisan
– lapisan jaringan ikat membentuk kesatuan susunan otot rangka yang berfungsi
sebagai penghubung antara serabut otot dengan tulang. Pada kedua ujung otot,
lapisan jaringan ikat menyatu dengan daging yang langsung terikat pada tulang.
Jaringan ikat memberikan kelenturan pada otot, yakni sifat fisik yang
menentukan daya rentang otot. Karena otot seringkali melewati persendian,
komponen otot elastis menjadi faktor yang mempengaruhi kelenturan sendi.
(Dwijowinoto, 1984/1993)
2.
Sendi
Susunan
bentuk sendi menentukan kemampuan gerakan seseorang yang masing-masing susunan
persendian juga menyababkan perbedaan fungsi yang khusus. Persendian tubuh
manusia biasanya dikelompokkan menurut jenis / gerakkan yang dapat dilakukan
berdasarkan sifat bentuk fisiknya. Persendian diarthrodial mempunyai beberapa
sifat fisik yang memungkinkan tingkat kelenturan yang tinggi, termasuk (1) dua
lekukan sendi yang membelah tulang, (2) tulang muda hialin yang lunak yang
menutupi ujung tulang, dan (3) suatu selaput sinovial yang memberi minyakl pada
sendi.
Tipe
dan struktur sendi, berpengaruh terhadap tingkat fleksibilitas seseorang. Orang
yang memiliki persendian dengan jenis diarthrodial memiliki tingkat
fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki
persendian dengan jenis sinarthrodial. Hal ini disebabkan karena pada sendi
jenis diarthorodial, memiliki sifat fisik yang berpengaruh terhadap tingkat
fleksibilitas yang tinggi. Sifat fisik tersebut adalah : dua lekukan sendi yang
membelah tulang, tulang muda hialin, dan ada selaput sinovial yang memberi
minyak pada sendi. Sedangkan pada persendian jenis sinarthrodial tidak memiliki
sifat fisik seperti pada sendi jenis diarthrodial.
2.3.2
Faktor
– faktor yang Mempengaruhi Fleksibilitas
Fleksibilitas
seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Para ahli memberi penjelasan mengenai
faktor-faktor tersebut antara lain :
1.
Bompa (1994:317) menyebytkan bahwa
fleksibilitas dipengaruhi oleh tipe dan struktur sendi, ligamen, tendon, otot,
usia, dan jenis kelamin, serta suhu tubuh dan suhu otot.
2.
Bloomfield (1994:212) menyebutkan bahwa
faktor – faktor yang mempengaruhi fleksibilitas adalah usia, jenis kelamin,
kondisi lingkungan, efek psikologis, keterbatasan ruang gerak, dan keterbatasan
fisiologis.
3.
Moeloek (1984:23) menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas adalah tulang dan ligamen sendi,
jaringan di sekitar sendi, dan ekstensibilitas otot-otot yang tendonnya
melintasi sendi.
2.3.3
Peranan Fleksibilitas
Fleksibilitas
memegang peranan yang penting dalam hampir setiap cabang olahraga. Namun selain
untuk olahraga, fleksibilitas juga memegang peranan penting dalam menunjang
kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat terlihat dalam dunia anak-anak maupun
dunia orang tua. Dalam dunia anak-anak, fleksibilitas sangan penting karena
dunia anak-anak adalah dunia bermain. Kegiatan bermain membutuhkan kelincahan,
dan kelincahan membutuhkan fleksibilitas. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Iskandar, Primana, Tilarso, Moeloek (1999:7) yang menerangkan
bahwa Fleksibilitas bagi anak sangat penting dimiliki terutama untuk kegiatan
dalam bermain, karena bermain bagi mereka tidak semata-mata dapat bergerak
cepat dan kuat, tetapi juga harus lincah dan dapat mengubah arah dengan cepat
(kelincahan). Kemampuan yang cepat dan lincah dalam mengubah arah memerlukan
fleksibilitas tubuh atau bagian tubuh yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
Melakukan perubahan kecepatan dan arah gerakan dapat mengakibatkan regangan
otot yang terlalu kuat sehingga memungkinkan terjadinya cedera otot (muscle
strain) apabila fleksibilitas otot yang dimiliki rendah.
Selain
itu Gallahue (1987:22) menjelaskan “ kebanyakan anak-anak terlibat dalam
sejumlah aktivitas yang memerlukan fleksibilitas seperti membungkuk, pelintir,
putar, dan regangan. Kemampuan anak utuk melakukan hal-hal tersebut
menggambarkan fleksibilitas yang dimilikinya.
Orang
tua juga sangat memerlukan fleksibilitas, karena fleksibilitas yang baik akan
mendukung kemampuan gerak dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan pendapat Iskandar, dkk (1999:7) yang menjelaskan bahwa proses penuaan
yang terjadi pada persendian merupakan salah satu hal utama yang mengganggu
lanjut usia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gangguan pada persendian
sering menyebabkan penurunan kemampuan gerak. Penurunan fleksibilitas sendi
terutama persendian di bagian bawah sering diikuti oleh penurunan keseimbangan
dan gangguan berjalan.
Selain
itu Pechtl (1982) dalam Bompa (1994:317) menjelaskan bahwa, pengembangan
fleksibilitas yang tidak memadai akan menyebabkan berbagai kerugian, yaitu :
1.
Terganggunya penyempurnaan atau proses
belajar berbagai macam gerakan.
2.
Atlet mudah cedera
3.
Adanya pengaruh yang merugikan terhadap
peningkatkan kekuatan, kecepatan, dan koordinasi
4.
Kualitas dalam menampilkan gerakan
sangat terbatas.
Selain
itu Harsono (1988:163) juga menambahkan bahwa perbaikan dalam kelenturan akan dapat :
a.
Mengurangi kemungkinan terjadinya
cedera-cedera pada otot dan sendi
b.
Membantu dalam mengembangkan kecepatan,
koordinasi, dan kelincahan
c.
Membantu memperkembang prestasi
d.
Menghemat pengeluaran tenaga pada waktu
melakukan gerakan-gerakan
e.
Membantu memperbaiki sikap tubuh
Dari
beberapa penjelasan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa
fleksibilitas memegang peranan penting bagi segala tingkatan usia dalam
menunjang aktivitas kehidupannya sehari-hari. Hal ini diperjelas oleh Bahagia
(1997:17) yang menyebutkan “Kemampuan fleksibilitas yang terbatas juga dapat
menyebabkan penguasaan teknik yang kurang baik dan prestasi rendah.”
Menurut
Dwijowinoto (1984/1993:330), “pengalaman menunjukkan bahwa elastisitas otot
berkurang sesudah masa tak aktif yang panjang. Sebaliknya, peregangan otot yang
teratur rupanya dapat meningkatkan elastisitas otot.” Oleh karena itu agar
elastisitas otot dapat diperoleh dengan hasil yang maksimal, maka latihan untuk
meningkatkan fleksibilitas sangat diperlukan, sebab fleksibilitas seseorang
dapat menurun apabila tidak dilatih.
2.3.4
Fleksibilitas
Otot pada lansia
Usia
merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas seseorang.
Fleksibilitas seseorang meningkat pada masa kanak-kanak dan berkurang bersamaan
dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Corbin dan Nobie (1980) dalam Bloomfield, bahwa fleksibilitas akan meningkat
pada waktu kanak-kanak sampai masa remaja kemudian menetap, selanjutnya dengan
bertambahnya usia, terjadi penurunan mobilitas secara berangsur-angsur.
Bertambahnya
usia merupakan faktor yang dapat menyababkan penurunan pada fleksibilitas. Hal
ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia, makan otot-otot, tendon-tendon,
dan jaringan ikat memendek dan terjadinya proses pengerasan menjadi kapur dari
beberapa tulang rawan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan ruang gerak
sendi (Bloomfield, dkk ; 1994)
Sedangkan
kalau dilihat dari perkembangan fleksibilitas, Sugiyanto (1993:25) menjelaskan,
Fleksibilitas
berkembang cukup pesat pada anak besar. Anak perempuan mengalami peningkatan
fleksibilitas secara umum yang cepat sampai usia 12 tahun, dan sesudahnya
mengalami penurunan. Sedangkan pada anak laki-laki masih terus berkembang
sesudah usia 12 tahun.
Dari
beberapa pendapatr di atas dapat disimpulkan bahwa usia merupakan faktor
penting dalam menentukan flesibilitas seseorang.
2.4.Konsep
senam aerobik sedang dan tinggi terhadap fleksibilitas otot pada lansia
Kisaran sendi (ROM) yang memadai pada semua bagian tubuh
sangat penting untuk mempertahankan fungsi
muskuloskeletal, keseimbangan dan kelincahan pada Lansia. Latihan fleksibilitas
dirancang dengan melbatkan setiap sendi-sendi utama (panggul, punggung, bahu, lutut, dan leher) (Erin 2000).
Latihan fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu
mempertahankan kisaran gerak sendi (ROM), yang
diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan tugas sehari-hari secara
teratur. Latihan fleksibilitas disarankan dilakukan pada hari- hari dilakukannya latihan aerobik dan penguatan
otot atau 2-3 hari per minggu. Latihan dengan melibatkan peregangan otot
dan sendi. Intensitas latihan dilakukan dengan
memperhatikan rasa tidak nyaman atau nyeri. Peregangan dilakukan 3-4 kali, untuk masing-masing tarikan dipertahankan 10-30
detik. Peregangan dilakukan terutama pada kelompok otot-otot besar,
dimulai dari otot-otot kecil. Contoh: latihan Yoga
(Erin, 2000).
Latihan
keseimbangan dilakukan untuk membantu mencegah Lansia jatuh. Latihan keseimbangan dilkakukan setidaknya 3 hari
dalam seminggu. Sebagian besar aktivitas dilakukan pada intensitas
rendah. Kegiatan berjalan, Tai Chi, dan latihan penguatan otot memperlihatkan perbaikan keseimbangan pada Lansia.
Program
latihan untuk Lansia meliputi latihan daya tahan jantung paru (aerobik),
kekuatan (strenght), fleksibilitas, dan keseimbangan dengan cara
progresif dan menyenangkan. Latihan
melibatkan kelompok otot utama dengan gerakan seoptimal mungkin pada ROM yang bebas dari nyeri. Pembebanan pada
tulang, perbaikan postur, melatih gerakan-gerakan fungsional akan
meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan
keseimbangan.
Olahraga dilakukan
dengan cara menyenangkan disertai berbagai modifikasi, termasuk
mengkombinasikan beberapa aktivitas sekaligus. Kombinasi berjalan yang bersifat
rekreasi dan senam di air dengan intensitas yang menantang namun tetap nyaman dilakukan, kombinasi latihan spesifik untuk
memperbaiki kekuatan dan fleksibilitas (latihan beban, circuit training,
latihan dengan musik, menari) bisa dilakukan.
Kombinasi latihan kekuatan, keseimbangan dan fleksibilitas bisa dilakukan dengan
menggunakan alat bola. Latihan difokuskan pada teknik yang menstabilkan dan meningkatkan kekuatan, keseimbangan dan
fleksibilitas, selain itu juga mengintegrasikan tubuh dan pikiran serta
melibatkan teknik pernafasan, konsentrasi dan
kontrol gerakan (Erin, 2000).
Bagi Lansia yang lemah secara fisik, aktivitas yang
dilakukan dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari dan mempertahankan kemandirian,
misalnya teknik mengangkat beban
yang benar, berjalan, cara menjaga postur yang benar, dan sebagainya (Erin, 2000).
Olahraga
aerobik akan memperbaiki endurance, dan bila olahraga ini dilakukan oleh orang
yang sudah lanjut usia, akan memperbaiki keadaan fisiknya dan juga mencegah
agar tidak pelupa. Olahraga menahan beban (weight bearing exercise) yang
intensif misalnya berjalan, adalah yang paling aman, murah dan paling mudah
serta sangat bermanfaat bagi sebagian besar lansia.
Olahraga
sangat bermanfaat bagi lansia, antara lain: meningkatkan kekuatan otot jantung,
memperkecil resiko serangan jantung, melancarkan sirkulasi darah dalam tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah dan menghindari penyakit tekanan darah
tinggi, menurunkan kadar lemak dalam tubuh sehingga membantu mengurangi berat
badan yang berlebih dan terhindar dari obesitas, menguatkan otot-otot tubuh sehingga
otot tubuh menjadi lentur dan terhindar dari penyakit rematik, meningkatkan
sistem kekebalan tubuh sehingga terhindar dari penyakit- penyakit yang
menyerang kaum lansia, dapat mengurangi stres dan ketegangan pikiran (Erin, 2000)
2.4.1.
Metode-metode
Latihan Untuk Meningkatkan Fleksibilitas
Kelentukan dapat dikembangkan melalui
latihan-latihan peregangan otot serta harus dilatih secara khusus, karena
perbaikan pada komponen ini akan mendukung terhadap kelincahan, serta dapat
juga menghindari timbulnya cedera.
Ada empat metode latihan untuk
mengmbangkan fleksiblitas. Penjelasan tentang hal tersebut dapat disimak pada
paparan berikut ini.
1.
Metode
latihan pergerakan dinamis
Metode pergerakan dinamis disebut juga
metode balistik. Metode ini dilakukan sendiri tanpa memerlukan bantuan dari
pihak lain. Adapun mengenai pelaksanaan gerakannya dijelaskan oleh harsono
(1988:164) sebagai berikut :
Peregangan dinamis biasanya
dilakukan dengan menggerak-gerakkan tubuh atau angota-anggota tubuh secara
ritmis (berirama) dengan gerakan-gerakan memutar atau memantu-mantulkan anggota
tubuh sedemikian rupa sehingga otot-otot terasa terenggangkan, maksudnya adalah
untuk secara berahap meningkatkan secara progresif ruang gerak sendi-sendi.
Contoh salah satu bentuk latihan peregangan
dinamis yang tujuannya untuk meningkatkan fleksibilitas batang tubuh dan sendi
panggul adalah sebagai berikut :
Duduk dengan kedua tungkai lurus,
lalu renggut-renggutkan badan dan usahakan jari-jari tangan menyentuh jari-jari
kaki.
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan
dalam melakukan latihan peregangan dinamis :
1.
Lakukanlah pemanasan (warm-up)
2.
Lakukan gerakan penuh konsentrasi dan
hati-hati
Metode dinamis merupakan salah satu
bentuk latihan untuk meningkatkan fleksibilitas. Namun sejauh ini belum diketahui
sejauh mana efektivitasnya dalam meningkatkan fleksibilitas. De Vries (1980)
dalam Harsono (1988:165) menjelaskan :
Gerakan-gerakan
peregangan yang cepat dan kuat akan menyebakan terjadinya refleks regang. Oleh
karena gerakan yang dinamis, refleks ini yang berfungsi untuk melindungi otot
dari cedera akibat peregangan yang berlebihan, akan menyebabkan otot yang
teregang tadi untuk berkontraksi jadi memendek kembali. Dan kontraksi ini
justru akan menghalangi otot untuk bisa meregang secara maksimal.
Kajian fisiologis menenai metode
latihan peregangan dinamis
Apabila
seseorang meregangkan suatu kelompok otot dengan metode peregangan dinamis,
artinya dalam gerakannya ada renggutan-renggutan yang mendadak, maka setiap
renggutan itu akan merangsang muscle spindle. Refleks muscle spindle berperan
dalam kontraksi otot. Apabila refleks ini muncul, maka otot yang hampir
teregang secara berlebihan tiba-tiba berkontraksi, sehingga otot belum meregang
secara maksimal, sudah terjadi kontraksi otot yang bersangkutan. Hal inilah
yang menyebabkan pemanjangan otot sudah tidak dimungkinkan lagi. Jadi,
peregangan dinamis kurang efekyif apabila dipakai untuk melatih memperluas
ruang gerak sendi dan untuk membuat otot elastis, karena peregangan ini tidak
atau hampir tidak memberikan kesempatan kepada seseorang untuk meregangkan otot
sampai melewati titik sakit (tidak mengikuti prinsip overload). (Dharma,
1984/1993, Ganong, 1995).
Hal ini sejalan dengan pendapat
Harsono (1988:165) yaitu, “peregangan dinamis kurang efektif apabila dipakai
untuk melatih memperluas ruang gerak sendi dan untuk membuat otot elastis. Akan
tetapi dinamic stertch tetap akan efektif apabila dipergunakan untuk latihan
pemanasan badan.”
Oleh karena itu dalam pemanasan,
sebelum melakukan aktivitas atau latihan dianjurkan untuk tetap mempergunakan
peregangan dinamis, karena lebih efektif dan cocok. Peregangan dinamis akan
cepat membuat tubuh menjadi panas dan dapat menghilangkan kekakuan pada sendi.
2.
Metode
latihan peregangan statis
Metode peregangan statis merupakan salah
satu metode latihan peregangan yang dapat meningkatkan fleksibilitas. Metode
ini juga dilakukan sendiri tanpa bantuan dari pihak lain seperti pada metode
peregangan dinamis. Yang membedakannya adalah pada peregangan dinamis terjadi terjadi
gerakan merenggut-renggutkan badan, namun kalau dalam peregangan statis, pelaku
mengambil sikap sedemikian rupa dan mempertahankan sikap tersebut secara statis
selama 20 detik sehingga meregangkan suatu kelompok otot tertentu.
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan
dalam melakukan latihan peregangan statis menurut Harsono (1988:167) adalah
sebagai berikut :
1.
Regangkan otot secara perlahan-lahan dan
tanpa kejutan
2.
Segera terasa regangan pada otot,
berhentilah sebentar, kemudian lanjutkan regangan sampai terasa agak sakit;
berhenti lagi; kemudian lanjutkan regangan sampai sedikit melewati titik rasa
sakit, bukan sampai terasa sakit yang ekstrim
3.
Pertahankan sikap terakhir ini secara
statis selama 20-30 detik
4.
Seluruh tubuh lainnya tinggal relax,
terutama otot-otot antagonisnya (yang diregangkan), agar ruang gerak sendi
mampu untuk meregang lebih luas
5.
Bernapaslah terus, jangan menahan napas
6.
Selama mempertahankan sikap statis
selama 20-30 detik, kembalilah ke sikap semula secara perlahan-lahan, agar
ototnya tidak berkontraksi. Sebab kontraksi ini akan memberikan rangsangan
kepada otot yang baru kita panjangkan tadi memendek kembali.
Kajian fisiologis mengenai metode
latihan peregangan statis
Dalam
metode peregangan statis, regangan otot dilakukan secara perlahan-lahan sampai
limit rasa sakit (rasa sakit pertama) dan bukan sampai terasa sakit yang
ekstrim. Sikap ini dipertahankan selama 20 detik, setelah itu kembalilah secara
perlahan-lahan ke sikap sempurna.
a. Membantu
dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, dan kelincahan
b. Membantu
memperkembang prestasi
c. Menghemat
pengeluaran tenaga pada waktu melakukan gerakan-gerakan
d. Membantu
memperbaiki sikap tubuh
Dari beberapa penjelasan yang
dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas memegang peranan penting
bagi segala tingkatan usia dalam menunjang aktivitas kehidupannya sehari-hari.
Hal ini diperjelas oleh Bahagia (1997:17) yang menyebutkan “Kemampuan
fleksibilitas yang terbatas juga dapat menyebabkan penguasaan teknik yang
kurang baik dan prestasi rendah.”
Menurut Dwijowinoto (1984/1993:330),
“pengalaman menunjukkan bahwa elastisitas otot berkurang sesudah masa tak aktif
yang panjang. Sebaliknya, peregangan otot yang teratur rupanya dapat
meningkatkan elastisitas otot.” Oleh karena itu agar elastisitas otot dapat
diperoleh dengan hasil yang maksimal, maka latihan untuk meningkatkan
fleksibilitas sangat diperlukan, sebab fleksibilitas seseorang dapat menurun
apabila tidak dilatih.
BAB
3
PEMBAHASAN
3.1. Fleksibilitas otot dan sendi pada lansia
Usia
merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas seseorang.
Fleksibilitas seseorang meningkat pada masa kanak-kanak dan berkurang bersamaan
dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Corbin dan Nobie (1980) dalam Bloomfield, bahwa fleksibilitas akan meningkat
pada waktu kanak-kanak sampai masa remaja kemudian menetap, selanjutnya dengan
bertambahnya usia, terjadi penurunan mobilitas secara berangsur-angsur.
Fleksibilitas memegang peranan yang
sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Peranan fleksibilitas sangat
dibutuhkan segala tingkatan usia, baik bagi anak-anak maupun orang tua,
terlebih bagi para olah ragawan. Oleh karena peranannya sangat penting, maka
fleksibilitas harus merupakan bagian dari suatu program latihan. Metodelogi
latihan fleksibilitas tertuju pada dua jenis yaitu fleksibilitas umum dan
fleksibilitas khusus. Fleksibilitas umum tertuju pada pemikiran bahwa setiap
atlet harus memiliki mobilitas dari seluruh persendian tubuhnya. Karena itu
fleksibilitas merupakan persyaratan yang harus dimiliki olehragawan untuk
melaksanakan berbagai tugas latihan.
Setiap program latihan harus meliputi
pemanasan, latihan inti, dan penutup atau pendinginan. Begitu juga latihan
fleksibilitas harus didahului oleh pemanasan, latihan inti, dan penutup.
Untuk memulai latihan fleksibilitas,
pemanasan harus dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Harsono (1988:171)
yang menyatakan, “Seperti dalam latihan bentuk fleksibilitas lainnya, lakukan
warm-up sebelumnya, oleh karena otot-otot yang masih dingin tidak mudah
diregangkam.”
Pemanasan sangat penting dilakukan
karena fungsi utama dari pemanasan adalah untuk menghindari kemungkinan terkena
cidera otot dan sendi. Otot dan sendi yang masih dingin biasanya masih kaku
sehingga mudah terkena cedera kalau tiba-tiba harus melakukan latihan berat.
Waktu yang dianjurkan untuk melakukan
pemanasan adalaha paling sedikit 10 menit. Hal ini sesuai dengan pendapat Bompa
(1994:321) yang menyebutkan bahwa pemanasan adalaha paling sedikit 10 menit.
Dalam latihan inti, pemilihan bentuk
latihan, kompleksitasnya, serta tingkat kesulitannya harus disesuaikan dengan
kebutuhannya. Dalam latihan inti, Bompa menjelaskan bahwa latihan fleksibilitas
mula-mula harus dilakukan dengan gerakan luas pergerakan yang tidak menyakitkan
atlet, lalu ditingkatkan secara progresif sampai batas kemampuannya dan setiap
latihan harus ditujukan untuk mencapai batasnya dan bahkan lebih jauh lagi.
Untuk latihan penutup, Moeloek
(1984:114) menjelaskan, “Waktu cooling down 5-10 menit” tujuan dari latihan
penutup adalah untuk menghindari otot sakit atau kaku pada keesokan harinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Giriwijoyo (1992:63)
Berbagai gerakan
ringan itu akan membantu memperlancar sirkulasi
(mengaktifkan pompa vena), sehingga akan membantu mempercepat pembuangan
sampah-sampah sisa olah daya dari otot-otot yang aktif pada waktu melakukan
olah raga sebelumnya. Dengan tersingkirnya sampah-sampah sisa olah daya secara
lebih baik, maka rasa pegal-pegal setelah olahraga lebih dapat dicegah atau
dikurangi.
3.2. Pengaruh senam aerobik intensitas Rendah dan tinggi
terhadap fleksibilitas otot dan sendi pada lansia
Memasuki lanjut usia akan mengalami kemunduran fisik,
kemunduran secara fisik akan terjadi penurunan massa otot serta
fleksibilitasnya. Sehingga, dapat mempengaruhi kemampuan lansia dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Latihan fisik pada lansia dapat mencegah kemunduran secara
fisik akibat proses penuaan. Komponen latihan fisik lansia yaitu, latihan fisik
fleksibilitas, kekuatan dan keseimbangan. Namun penaruh latihan fisik
fleksibilitas pada lansia terhadap peningkatan kemandirian lansia perlu
diteliti lagi, karena pada kasus ini kami ingin mengembangkan metode
peningkatan fleksibilitas otot pada lansia menggunakan aerobik.
Aerobik yang digunakan adalah aerobik intensitas
sedang dan tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perbaikan
fleksibilitas otot pada lansia jika membandingkan antaa latihan yang memiliki
intensitas sedang dengan latihan yang memiliki intensitas tinggi. Hal ini
dikaitkan dengan waktu pelaksanaan latihan untuk memanipulasi kegiatan agar
sesuai dengan kebutuhan lansia. Pada aerobik sedang dilakukan latihan kira-kira
30-45 menit untuk lansia dan dilakukan setidaknya seminggu 3 kali, dan untuk
intensitas tinggi akan dilakukan latihan dengan waktu 10-20 menit atau
setidaknya hingga lansia merasa cukup lelah dengan rentang 1-2 kali dalam
seminggu. Latihan aerobik ini tidak bisa dipaksakan karena akan berdampak buruk
terhadap kesehatan lansia.
Melakukan aerobik memiliki manfaat meningkatkan denyut jantung dan memperlancar peredaran
darah yang telah melemah, jika lansia melakukan senam aerobik secara terus
menerus dan kelelahan akan mengganggu kesehatan lansia.
Dengan menggunakan metode yang telah dipaparkan diatas
kami memiliki keyakinan bahwa senam aerobik akan berhasil untuk meningkatkan
fleksibilitas otot pada lansia. Karena dalam aerobik terdapat banyak gerakan
dalam tubuh, dapat memaksimalkan gerakan di semua bagian tubuh. Banyak manfaat
yang dapat dilakukan dengan malekukan gerakan-gerakan yang teratur. Dan kami
menyarankan untuk melakukan aerobic.
Untuk
menambah jangkauan gerak sendi, otot-otot perlu di ulur/diregangkan melampaui
titik batas tahan basanya. Latihan ini harus dilakukan dengan rutin dan
menggunakan metode yang cocok. Perengangan berhubungan dengan proses
pemanjangan otot (elongation). Latihan-latihan perengangan dapat dilakukan
dalam berbagai cara tergantun pada tujuan yang ingin dicapai, kemampuan kita,
dan keadaan atau kondisi latihan. Atlet berprestasi seharusnya lebih banyak
melakukan perengangan tingkat lanjutan daripada seorang yang baru memulai
program latihan peregangan secara sederhana untuk meningkatkan kesehatan dan
kebugaran tubuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Brown,Judith E.et al. 2005. Nutrition through the life cycle 2nd ed. Thomson Wadsworth: USA. Chernoff R. 2006. Getriatic nutrition the health professional’s handbook 3rd Ed. Jones and Bartlett Publishers: Canada.
Brick, Lynne. 2002. Bugar Dengan
Senam Aerobik. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Darmojo, B. 1979. Masa Depan Geriatri di Indonesia. Acta
Medica indonesia X, 84-104 (Simposium Geriatri ke-2,
Jakarta). In: H.Hadi Martono dan Kris
Pranarka : Boedhi-Darmojo (2004). Buku Ajar GERIATRI Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
pp.14.102.
Dempsey,
PA & Dempsey, AD. Riset Keperawatan :
Buku Ajar dan Latihan. Alih Bahasa: Palupi W.
Jakarta : EGC.2002.
Dinata,
Marta. 2007. Langsing dengan Aerobik.
Jakarta: Cerdas Jaya.
Erin, Hanssen. 2000.
Exercises and the Elderly : An Important Prescription. TOH, Civic Campus.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga: jakarta
Farizati, Karim. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Depkes RI.
Hidayat,
Aziz Alimul. 2008. Riset
Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi 2 Cetakan ketiga
.Jakarta: Salemba Medika.
Kathy, Gunter. 2002. Healthy, Active Aging : Physical Activity Guidelines for Older Adults.
Oregon State University
Kozier,
B., Erb, G. and Blais, K., 2004, Fundamental of nursing, concepts, process and practice,
Addison Wesley Publishing, Company, Inc, California.
Martono, Hadi. 2009. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Maryam,
Siti S.Kp dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho,
W. 2000. Keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC
Nurhasan dkk. 2005. Petunjuk Praktis Pendidikan Jasmani.
Surabaya. Unesa University Press.
Sudoyo
W Aru, dkk. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Cetakan Kedua.
Jakarta: Pusat
Penerbitan Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setijono, Hari dkk. 2001. Instruktur
Fitness. Surabaya. Unesa University
Press.
Sugiyanto, 1993. Belajar
Gerak. Jakarta : KONI Pusat