Senin, 29 April 2013

Pengaruh Senam Aerobik Intensitas Rendah dan Tinggi Terhadap Fleksibilitas Otot dan Sendi pada Lansia


Pengaruh Senam Aerobik Intensitas Rendah dan Tinggi Terhadap Fleksibilitas Otot dan Sendi pada Lansia



Oleh :
Cynthia putri S   (101.0019)
Henny enarotalis (101.0049)
Rifan henry         (101.0093)
Shanty dyah        (101.0105)
Vita aristiarini     (101.0113)





PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2013






Daftar isi
Bab 1 Pendahuluan
1.1  latar belakang ......................................................................................................................
1.2  rumusan masalah .................................................................................................................
1.3  tujuan ...................................................................................................................................
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1  konsep aerobik ....................................................................................................................
2.1.1  aerobik sedang ............................................................................................................
2.1.2  aerobik tinggi .............................................................................................................

2.2  konsep lansia .......................................................................................................................
2.2.1  definisi lansia .............................................................................................................
2.2.2  perubahan yang terjadi pada lansia ............................................................................

2.3  konsep fleksibilitas otot ......................................................................................................
2.3.1  definisi fleksibilitas ....................................................................................................
2.3.2  faktor-faktor yang memengaruhi fleksibilitas ............................................................
2.3.3  peranan fleksibilitas ...................................................................................................
2.3.4  fleksibilitas otot pada lansia .......................................................................................

2.4  konsep senam aerobik sedang dan tinggi terhadap fleksibilitas otot pada lansia ...............
2.4.1  metode-metode latihan untuk meningkatkan fleksibilitas ..........................................
bab 3 pembahasan
3.1  fleksibilitas otot dan sendi pada lansia ................................................................................
3.2  pengaruh senam aerobik intensitas rendah dan tinggi terhadap fleksibilitas otot dan sendi pada lansia .................................................................................................................
daftar pustaka ............................................................................................................................



1
3
3


4
4
5

5
5
8

13
13
15
16
18

19
20


25
26
28

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Fleksibilitas sering mengacu kepada ruang gerak sendi atau sendi-sendi tubuh. Ruang gerak sendi dipengaruhi oleh otot-otot, tendo dan ligamen. Definisi fleksibilitas adalah “kemampuan dari sebuah persendian untuk melakukan gerak melalui luas gerak yang penuh” (Damien Davis, 1986: 39). Fleksibel atau tidaknya seseorang ditentukan oleh luas atau sempitnya ruang gerak sendi-sendinya dan elastis atau tidak otot-ototnya. Orang yang kaku atau tidak elastis, biasanya terbatas ruang gerak sendi-sendinya. Elastisitas otot (berarti juga fleksibilitas) akan berkurang kalau orang lama tidak latihan. Dengan pelatihan olahraga dapat berperan penting dalam upaya pembentukan dan peningkatan status kesehatan individu. Latihan kondisi fisik (physical conditioning) yang dilakukan secara teratur dengan dosis yang tepat dapat memberi manfaat bagi program kesehatan, kebugaran, prestasi serta program penatalaksanaan fungsi-fungsi tubuh. Latihan fisik juga dapat menjadi modulator dalam pengelolaan pembuluh darah dan sirkulasi non farmakologis (Lee dan Lip, 2003)
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Keliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32). Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
Jumlah orang lanjut usia pada tahun 2000 diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 sebesar 11,34% (BPS,1992). Dari data USA-Bureau of the Census, bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan wargalansia terbesar seluruh dunia, antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 41,4% (Maryam, 2008).Semakin seseorang bertambah usia maka seseorang akan rentan terhadap suatu penyakit karena adanya penurunan pada sistem tubuhnya. Lansia cenderung mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal. Penurunan pada sistem muskuloskeletal ini dapat mempengaruhi mobilitas fisik pada lansia dan bahkan dapat mengakibatkan gangguan pada mobilitas fisik pada lansia. Nyeri lutut merupakan salah satu tanda dan gejala dari osteoarthritis (Taslim, 2001). Dewasa ini senam aerobik banyak dipilih oleh masyarakat untuk meningkatkan kebugarannya dan merupakan salah satu bentuk latihan aerobik selain jogging, berlari, bersepeda, berenang, loncat tali, senam atau menari, dan permainan seperti lari, tennis dan sepak bola. Senam aerobik merupakan latihan yang menggerakan seluruh otot terutama otot besar dengan gerakan terus menerus, berirama, maju, berkelanjutan. Dalam senam aerobik dipilih yang mudah, menyenangkan dan bervariasi sehingga memungkinkan seseorang untuk melakukanya  secara teratur dalam kurun waktu yang lama, oleh kerena itu diperlukan energi dari proses oksidasi.
Menjadi tua akan dialami oleh setiap manusia. Hal ini bersifat universal, namun perkembangan tua ini tergantung oleh setiap individu. Laju dari penuaan juga berbeda antar individu dan hal tersebut memiliki faktor penyebab, seperti: lingkungan, keluarga, masyarakat sekitar, nutrisi, dan Kebutuhan oksigen. Fenomena tua juga memiliki keunikan tersendiri, dimana setiap orang akan berubah tingkah laku dan kebiasaannya sesuai dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satu yang berubah yaitu dari fisik. Penurunan fungsi, salah satunya penurunan fleksibilitas otot sehingga lansia sulit untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara normal (Karim, 2002)
Dewasa ini senam aerobik banyak dipilih oleh masyarakat untuk meningkatkan kebugarannya dan merupakan salah satu bentuk latihan aerobik selain jogging, berlari, bersepeda, berenang, loncat tali, senam atau menari, dan permainan seperti lari, tennis dan sepak bola. Senam aerobik merupakan latihan yang menggerakan seluruh otot terutama otot besar dengan gerakan terus menerus, berirama, maju, berkelanjutan. Dalam senam aerobik dipilih yang mudah, menyenangkan dan bervariasi sehingga memungkinkan seseorang untuk melakukanya  secara teratur dalam kurun waktu yang lama, oleh kerena itu diperlukan energi dari proses oksidasi (karim, 2002)
Dalam menghadapi kemunduran yang terjadi maka lansia perlu melakukan banyak kegiatan yang membuat tubuh lansia menjadi sehat atau mempertahankan fungsi tubuh pada lansia agar dapat melakukan kegiatan sehari-hari yang mungkin masih bisa dilakukan. Salah satu upaya yang disarankan oleh penulis untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan fisik dari lansia yaitu dengan melakukan senam aerobik. Senam aerobik yang disarankan penulis adalah senam aerobik dengan intensitas sedang dan tinggi. Senam aerobik yang dilakukan bertujuan untuk menguatkan jantung, menguatkan otot dan tulang, mengendalikan kadar gula darah, meningkatkan kekebalan tubuh dan meningkatkan energi. Senam ini dilakukan demi meningkatkan taraf kesehatan lansia dan menjadikan kehidupan lansia menjadi lebih sehat dan bahagia. 

1.2.Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan fleksibilitas otot dan sendi pada lansia ?
2.    Bagaimana pengaruh dari senam aerobik intensitas rendah dan tinggi terhadap lansia ?

1.3.Tujuan
1.3.1        Tujuan umum
Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari senam aerobik intensitas rendah dan tinggi terhadap fleksibilitas otot pada lansia
1.3.2        Tujuan khusus
1.      Menggambarkan senam aerobik intensitas rendah dan tinggi pada lansia
2.      Menggambarkan fleksibilitas otot dan sendi pada lansia
3.      Menjelaskan pengaruh senam aerobik intensitas rendah dan tinggi terhadap fleksibilitas otot dan sendi pada lansia




BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Aerobik
Dalam arti harfiah, "aerobic" berarti "dengan oksigen". Yakni penggunaan oksigen dalam pembuatan energi seperti yang dilakukan oleh otot-otot. Olahraga aerobik adalah setiap jenis kegiatan fisik yang dilakukan pada tingkat intensitas sedang untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, oksigen digunakan untuk "membakar" lemak dan gula untuk menghasilkan adenosin trifosfat yang merupakan pembawa dasar dari energi di tingkat sel. (Lynne, 2002)
Agar lemak dapat terbakar sempurna selama latihan fisik, perlu oksigen. Moderasi yang diperlukan dalam sebuah latihan aerobik memungkinkan sel otot untuk terus disuplai dengan oksigen yang cukup. Contoh kegiatan aerobik salah satunya adalah berjalan jarak jauh dengan kecepatan sedang. Bermain tenis tunggal dianggap sebagai kegiatan aerobik karena grakannya yang kontinyu. Namun, golf dan tenis ganda tidak dianggap sebagai kegiatan aerobik, karena mereka lebih sering istirahat. 
Aerobik adalah istilah umum yang digunakan untuk latihan yang menggabungkan beberapa elemen olahraga aerobik, peregangan, dan pelatihan kekuatan dengan tujuan utama meningkatkan kemampuan (fleksibilitas, kebugaran kardiovaskular, dan kekuatan otot) seseorang. Dipopulerkan oleh selebriti dan guru olahraga selebriti, latihan aerobik biasanya dilakukan dengan musik dan dengan kelompok. Biasanya, ada instruktur yang memimpin gerakan dan isyarat dari perubahan gerakan olahraga. Aerobik saat ini telah berkembang menjadi sesuatu yang dilakukan dengan berbagai gerakan seperti beberapa gerakan tari yang mirip dengan gerakan olahraga. Selain itu, kelas aerobik sekarang dibagi ke dalam beberapa tingkatan intensitas dan kompleksitas. (Dinata, 2007)

2.1.1      Aerobik Rendah
Low-impact Aerobics yaitu, olahraga aerobik yang cenderung santai dan meningkatkan denyut jantung secara perlahan-lahan, contohnya jalan kaki, joging dan renang. Sesuai namanya, low-impact tidak mencakup kegiatan yang dapat membahayakan tulang dan sendi seperti melompat dan terpental. Gerakan yang dilakukan memiliki intensitas yang lebih rendah, sehingga mengurangi risiko cedera. Dalam olahraga ini, satu atau kedua kaki harus selalu menyentuh lantai. 
Dengan olahraga low-impact, Anda tidak perlu langsung memulainya pada tingkat yang tinggi. Anda bisa mulai melakukannya di tingkat yang lebih lambat dan akan meningkat secara bertahap.  Aerobik low-impact sangat ideal untuk manula, penderita obesitas dan kelebihan berat badan serta wanita hamil. (Lynne, 2002)

2.1.2      Aerobik Tinggi
High-impact Aerobics yaitu, olahraga aerobik yang bisa meningkatkan denyut jantung secara cepat, contohnya berlari, tenis dan menari. Aerobik high-impact menggunakan gerakan yang berbeda, seperti gerakan melompat, berputar, menyeret, penggandaan, dll. Gerakan semacam ini dimaksudkan untuk membangun daerah perut, betis, dan juga sistem kardiovaskular. 
Bagi Anda yang lincah dan aktif, maka aerobik high-impact mungkin pilihan yang terbaik. Tapi jika Anda seorang pemula, maka dianjurkan untuk mengikuti aerobik low-impact. Perlu diingat bahwa saran dokter sangatlah penting. (Lynne, 2002)

2.2.Konsep Lansia
2.2.1. Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak  perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan menjadi 4, yaitu:
  1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
  2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
  3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
  4. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.

2.2.2.      Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1.      Perubahan Fisik
a.       Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b.      Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
c.       Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
d.      Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e.       Sistem Cardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f.       Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g.      Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
h.      Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i.        Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
j.        Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
k.      Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l.        Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor. Fleksibilitas otot lansia sudah mulai menurun, dikarenakan sel-sel yang ada telah berkurang.
2.      Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
  1. Perubahan fisik.
  2. Kesehatan umum.
  3. Tingkat pendidikan.
  4. Hereditas.
  5. Lingkungan.
  6. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
  7. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
  8. Kenangan lama tidak berubah.
  9. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
3.      Perubahan Psikososial
  1. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic dan depresif.
  2. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
  3. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi
  4. Sadar akan datangnya kematian.
  5. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
  6. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
  7. Penyakit kronis.
  8. Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
  9. Gangguan syaraf panca indra.
  10. Gizi
  11. Kehilangan teman dan keluarga.
  12. Berkurangnya kekuatan fisik.

Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis.
1.      Perubahan biologis meliputi :
  1. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap.
  2. Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
  3. Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.
  4. Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir .
  5. Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.
  6. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.
  7. Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
  8. Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan dehidrasi.
2.      Kemunduran psikologis
Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.
3.      Kemunduran sosiologi
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.

2.3.Konsep Fleksibilitas Otot
2.3.1        Definisi Fleksibitas
Membicarakan masalah fleksibilitas selalu mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Banyak ahli memberikan penjelasan mengenai pengertian fleksibilitas yaitu antara lain :
1.      Menurut Harsono (1988:163), “Fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi.”
2.      Menurut Rushall & Pyke (1990:273),Fleksibilitas adalah suatu karakteristik yang penting bagi penampilan atlet, karena fleksibilitas murupak ruang gerak yang digunakan untuk suatu teknik olah raga dan memperluas gerakan di mana dengan gerakan itu kekuatan akan terciptakan. Fleksibilitas berhubungan dengan ruang gerak di sekitar sendi.
3.      Menurut Bloomfield (1994:209), Fleksibilitas adalah ruang gerak di sekitar sendi atau di beberapa sendi.
4.      Menurut AAHPERD (1999:112), Flesibilitas adalah kemampuan sendi, otat, dan tendon-tendon di sekitarnya untuk dapat digerakkan dengan bebas dan nyaman, maksudnya adalah ruang gerak yang luas.

Dari beberapa pendapat diatas mengenai pengertian flesibilitas, maka dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan gerak dalam ruang gerak sendi. Kemampuan yang dimaksud merupakan prasyarat untuk menampilkan suatu ketrampilan yang memerlukan ruang gerak sendi yang luas dan memudahkan untuk melakukan gerakan-gerakan yang cepat dan lincah. Keberhasilan untuk menampilkan gerakan demikian itu sangat ditentukan oleh luasnya ruang gerak sendi.
Fleksibilitas merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang mempunyaiperan penting. Peranan tersebut bagi non olahragawan adalah untuk menujang aktifitas kegiatan sehari-hari. Sedangkan bagi para olahragawan yang terlibat dalam cabang olahraga yang banyak menuntut keluwesan gerak seperti senam, juto, gulat, atletik, dan cabang-cabang olah raga permainan lainnya ternyata fleksibilitas juga sangat diperlukan.
Fleksibilitas yang dimiliki seseorang biasanya menggambarkan kelincahan seseorang dalam geraknya. Bahkan bagi para olahragawan yang terlibat dalam cabang olahraga yang dominan unsur fleksibilitasnya, apabila fleksibilitas tinggi akan menampakkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan olahragawan yang tingkat flesibilitasnya rendah.
1.      Otot
Kebanyakan jaringan tertentu dari satuan-satuan sel hidup yang susunannya disesuaikan dengan fungsi jaringan tertentu. Satuan sel utama dalam jaringannya disebut serabut otot. Serabut tersebut panjang dan kecil serta di kelilingi oleh matriks jaringan ikat yang disebut endomisium. Serabut itu letaknya sejajar dan disusun dalam ikatan. Tiap ikantan ini terbungkus oleh perimisium, yaitu lapisan kedua dari jaringan ikat. Ikatan-ikatan ini terbungkus dalam epimisium, yaitu lapisan jaringan yang menutupi seluruh otot.
Lapisan – lapisan jaringan ikat membentuk kesatuan susunan otot rangka yang berfungsi sebagai penghubung antara serabut otot dengan tulang. Pada kedua ujung otot, lapisan jaringan ikat menyatu dengan daging yang langsung terikat pada tulang. Jaringan ikat memberikan kelenturan pada otot, yakni sifat fisik yang menentukan daya rentang otot. Karena otot seringkali melewati persendian, komponen otot elastis menjadi faktor yang mempengaruhi kelenturan sendi. (Dwijowinoto, 1984/1993)
2.      Sendi
Susunan bentuk sendi menentukan kemampuan gerakan seseorang yang masing-masing susunan persendian juga menyababkan perbedaan fungsi yang khusus. Persendian tubuh manusia biasanya dikelompokkan menurut jenis / gerakkan yang dapat dilakukan berdasarkan sifat bentuk fisiknya. Persendian diarthrodial mempunyai beberapa sifat fisik yang memungkinkan tingkat kelenturan yang tinggi, termasuk (1) dua lekukan sendi yang membelah tulang, (2) tulang muda hialin yang lunak yang menutupi ujung tulang, dan (3) suatu selaput sinovial yang memberi minyakl pada sendi.
Tipe dan struktur sendi, berpengaruh terhadap tingkat fleksibilitas seseorang. Orang yang memiliki persendian dengan jenis diarthrodial memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki persendian dengan jenis sinarthrodial. Hal ini disebabkan karena pada sendi jenis diarthorodial, memiliki sifat fisik yang berpengaruh terhadap tingkat fleksibilitas yang tinggi. Sifat fisik tersebut adalah : dua lekukan sendi yang membelah tulang, tulang muda hialin, dan ada selaput sinovial yang memberi minyak pada sendi. Sedangkan pada persendian jenis sinarthrodial tidak memiliki sifat fisik seperti pada sendi jenis diarthrodial.

2.3.2        Faktor – faktor yang Mempengaruhi Fleksibilitas
Fleksibilitas seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Para ahli memberi penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut antara lain :
1.      Bompa (1994:317) menyebytkan bahwa fleksibilitas dipengaruhi oleh tipe dan struktur sendi, ligamen, tendon, otot, usia, dan jenis kelamin, serta suhu tubuh dan suhu otot.
2.      Bloomfield (1994:212) menyebutkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi fleksibilitas adalah usia, jenis kelamin, kondisi lingkungan, efek psikologis, keterbatasan ruang gerak, dan keterbatasan fisiologis.
3.      Moeloek (1984:23) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas adalah tulang dan ligamen sendi, jaringan di sekitar sendi, dan ekstensibilitas otot-otot yang tendonnya melintasi sendi.

2.3.3        Peranan Fleksibilitas
Fleksibilitas memegang peranan yang penting dalam hampir setiap cabang olahraga. Namun selain untuk olahraga, fleksibilitas juga memegang peranan penting dalam menunjang kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat terlihat dalam dunia anak-anak maupun dunia orang tua. Dalam dunia anak-anak, fleksibilitas sangan penting karena dunia anak-anak adalah dunia bermain. Kegiatan bermain membutuhkan kelincahan, dan kelincahan membutuhkan fleksibilitas. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Iskandar, Primana, Tilarso, Moeloek (1999:7) yang menerangkan bahwa Fleksibilitas bagi anak sangat penting dimiliki terutama untuk kegiatan dalam bermain, karena bermain bagi mereka tidak semata-mata dapat bergerak cepat dan kuat, tetapi juga harus lincah dan dapat mengubah arah dengan cepat (kelincahan). Kemampuan yang cepat dan lincah dalam mengubah arah memerlukan fleksibilitas tubuh atau bagian tubuh yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Melakukan perubahan kecepatan dan arah gerakan dapat mengakibatkan regangan otot yang terlalu kuat sehingga memungkinkan terjadinya cedera otot (muscle strain) apabila fleksibilitas otot yang dimiliki rendah.
Selain itu Gallahue (1987:22) menjelaskan “ kebanyakan anak-anak terlibat dalam sejumlah aktivitas yang memerlukan fleksibilitas seperti membungkuk, pelintir, putar, dan regangan. Kemampuan anak utuk melakukan hal-hal tersebut menggambarkan fleksibilitas yang dimilikinya.
Orang tua juga sangat memerlukan fleksibilitas, karena fleksibilitas yang baik akan mendukung kemampuan gerak dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Iskandar, dkk (1999:7) yang menjelaskan bahwa proses penuaan yang terjadi pada persendian merupakan salah satu hal utama yang mengganggu lanjut usia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gangguan pada persendian sering menyebabkan penurunan kemampuan gerak. Penurunan fleksibilitas sendi terutama persendian di bagian bawah sering diikuti oleh penurunan keseimbangan dan gangguan berjalan.
Selain itu Pechtl (1982) dalam Bompa (1994:317) menjelaskan bahwa, pengembangan fleksibilitas yang tidak memadai akan menyebabkan berbagai kerugian,  yaitu :
1.      Terganggunya penyempurnaan atau proses belajar berbagai macam gerakan.
2.      Atlet mudah cedera
3.      Adanya pengaruh yang merugikan terhadap peningkatkan kekuatan, kecepatan, dan koordinasi
4.      Kualitas dalam menampilkan gerakan sangat terbatas.

Selain itu Harsono (1988:163) juga menambahkan bahwa perbaikan dalam kelenturan  akan dapat :
a.       Mengurangi kemungkinan terjadinya cedera-cedera pada otot dan sendi
b.      Membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, dan kelincahan
c.       Membantu memperkembang prestasi
d.      Menghemat pengeluaran tenaga pada waktu melakukan gerakan-gerakan
e.       Membantu memperbaiki sikap tubuh
Dari beberapa penjelasan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas memegang peranan penting bagi segala tingkatan usia dalam menunjang aktivitas kehidupannya sehari-hari. Hal ini diperjelas oleh Bahagia (1997:17) yang menyebutkan “Kemampuan fleksibilitas yang terbatas juga dapat menyebabkan penguasaan teknik yang kurang baik dan prestasi rendah.”
Menurut Dwijowinoto (1984/1993:330), “pengalaman menunjukkan bahwa elastisitas otot berkurang sesudah masa tak aktif yang panjang. Sebaliknya, peregangan otot yang teratur rupanya dapat meningkatkan elastisitas otot.” Oleh karena itu agar elastisitas otot dapat diperoleh dengan hasil yang maksimal, maka latihan untuk meningkatkan fleksibilitas sangat diperlukan, sebab fleksibilitas seseorang dapat menurun apabila tidak dilatih.

2.3.4        Fleksibilitas Otot pada lansia
Usia merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas seseorang. Fleksibilitas seseorang meningkat pada masa kanak-kanak dan berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Corbin dan Nobie (1980) dalam Bloomfield, bahwa fleksibilitas akan meningkat pada waktu kanak-kanak sampai masa remaja kemudian menetap, selanjutnya dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan mobilitas secara berangsur-angsur.
Bertambahnya usia merupakan faktor yang dapat menyababkan penurunan pada fleksibilitas. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia, makan otot-otot, tendon-tendon, dan jaringan ikat memendek dan terjadinya proses pengerasan menjadi kapur dari beberapa tulang rawan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan ruang gerak sendi (Bloomfield, dkk ; 1994)
Sedangkan kalau dilihat dari perkembangan fleksibilitas, Sugiyanto (1993:25) menjelaskan,
Fleksibilitas berkembang cukup pesat pada anak besar. Anak perempuan mengalami peningkatan fleksibilitas secara umum yang cepat sampai usia 12 tahun, dan sesudahnya mengalami penurunan. Sedangkan pada anak laki-laki masih terus berkembang sesudah usia 12 tahun.
Dari beberapa pendapatr di atas dapat disimpulkan bahwa usia merupakan faktor penting dalam menentukan flesibilitas seseorang.


2.4.Konsep senam aerobik sedang dan tinggi terhadap fleksibilitas otot pada lansia
Kisaran sendi (ROM) yang memadai pada semua bagian tubuh sangat penting untuk mempertahankan fungsi muskuloskeletal, keseimbangan dan kelincahan pada Lansia. Latihan fleksibilitas dirancang dengan melbatkan setiap sendi-sendi utama (panggul, punggung, bahu, lutut, dan leher) (Erin 2000).
Latihan fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu mempertahankan kisaran gerak sendi (ROM), yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan tugas sehari-hari secara teratur. Latihan fleksibilitas disarankan dilakukan pada hari- hari dilakukannya latihan aerobik dan penguatan otot atau 2-3 hari per minggu. Latihan dengan melibatkan peregangan otot dan sendi. Intensitas latihan dilakukan dengan memperhatikan rasa tidak nyaman atau nyeri. Peregangan dilakukan 3-4 kali, untuk masing-masing tarikan dipertahankan 10-30 detik. Peregangan dilakukan terutama pada kelompok otot-otot besar, dimulai dari otot-otot kecil. Contoh: latihan Yoga (Erin, 2000).
Latihan keseimbangan dilakukan untuk membantu mencegah Lansia jatuh. Latihan keseimbangan dilkakukan setidaknya 3 hari dalam seminggu. Sebagian besar aktivitas dilakukan pada intensitas rendah. Kegiatan berjalan, Tai Chi, dan latihan penguatan otot memperlihatkan perbaikan keseimbangan pada Lansia.
Program latihan untuk Lansia meliputi latihan daya tahan jantung paru (aerobik), kekuatan (strenght), fleksibilitas, dan keseimbangan dengan cara progresif dan menyenangkan. Latihan melibatkan kelompok otot utama dengan gerakan seoptimal mungkin pada ROM yang bebas dari nyeri. Pembebanan pada tulang, perbaikan postur, melatih gerakan-gerakan fungsional akan meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan keseimbangan.
Olahraga dilakukan dengan cara menyenangkan disertai berbagai modifikasi, termasuk mengkombinasikan beberapa aktivitas sekaligus. Kombinasi berjalan yang bersifat rekreasi dan senam di air dengan intensitas yang menantang namun tetap nyaman dilakukan, kombinasi latihan spesifik untuk memperbaiki kekuatan dan fleksibilitas (latihan beban, circuit training, latihan dengan musik, menari) bisa dilakukan. Kombinasi latihan kekuatan, keseimbangan dan fleksibilitas bisa dilakukan dengan menggunakan alat bola. Latihan difokuskan pada teknik yang menstabilkan dan meningkatkan kekuatan, keseimbangan dan fleksibilitas, selain itu juga mengintegrasikan tubuh dan pikiran serta melibatkan teknik pernafasan, konsentrasi dan kontrol gerakan (Erin, 2000).
Bagi Lansia yang lemah secara fisik, aktivitas yang dilakukan dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari dan mempertahankan kemandirian, misalnya teknik mengangkat beban yang benar, berjalan, cara menjaga postur yang benar, dan sebagainya (Erin, 2000).
Olahraga aerobik akan memperbaiki endurance, dan bila olahraga ini dilakukan oleh orang yang sudah lanjut usia, akan memperbaiki keadaan fisiknya dan juga mencegah agar tidak pelupa. Olahraga menahan beban (weight bearing exercise) yang intensif misalnya berjalan, adalah yang paling aman, murah dan paling mudah serta sangat bermanfaat bagi sebagian besar lansia.
Olahraga sangat bermanfaat bagi lansia, antara lain: meningkatkan kekuatan otot jantung, memperkecil resiko serangan jantung, melancarkan sirkulasi darah dalam tubuh sehingga menurunkan tekanan darah dan menghindari penyakit tekanan darah tinggi, menurunkan kadar lemak dalam tubuh sehingga membantu mengurangi berat badan yang berlebih dan terhindar dari obesitas, menguatkan otot-otot tubuh sehingga otot tubuh menjadi lentur dan terhindar dari penyakit rematik, meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga terhindar dari penyakit- penyakit yang menyerang kaum lansia, dapat mengurangi stres dan ketegangan pikiran (Erin, 2000)

2.4.1.      Metode-metode Latihan Untuk Meningkatkan Fleksibilitas
Kelentukan dapat dikembangkan melalui latihan-latihan peregangan otot serta harus dilatih secara khusus, karena perbaikan pada komponen ini akan mendukung terhadap kelincahan, serta dapat juga menghindari timbulnya cedera.
Ada empat metode latihan untuk mengmbangkan fleksiblitas. Penjelasan tentang hal tersebut dapat disimak pada paparan berikut ini.

1.      Metode latihan pergerakan dinamis
Metode pergerakan dinamis disebut juga metode balistik. Metode ini dilakukan sendiri tanpa memerlukan bantuan dari pihak lain. Adapun mengenai pelaksanaan gerakannya dijelaskan oleh harsono (1988:164) sebagai berikut :
Peregangan dinamis biasanya dilakukan dengan menggerak-gerakkan tubuh atau angota-anggota tubuh secara ritmis (berirama) dengan gerakan-gerakan memutar atau memantu-mantulkan anggota tubuh sedemikian rupa sehingga otot-otot terasa terenggangkan, maksudnya adalah untuk secara berahap meningkatkan secara progresif ruang gerak sendi-sendi.
Contoh salah satu bentuk latihan peregangan dinamis yang tujuannya untuk meningkatkan fleksibilitas batang tubuh dan sendi panggul adalah sebagai berikut :
Duduk dengan kedua tungkai lurus, lalu renggut-renggutkan badan dan usahakan jari-jari tangan menyentuh jari-jari kaki.
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan latihan peregangan dinamis :
                              1.            Lakukanlah pemanasan (warm-up)
                              2.            Lakukan gerakan penuh konsentrasi dan hati-hati
Metode dinamis merupakan salah satu bentuk latihan untuk meningkatkan fleksibilitas. Namun sejauh ini belum diketahui sejauh mana efektivitasnya dalam meningkatkan fleksibilitas. De Vries (1980) dalam Harsono (1988:165) menjelaskan :
Gerakan-gerakan peregangan yang cepat dan kuat akan menyebakan terjadinya refleks regang. Oleh karena gerakan yang dinamis, refleks ini yang berfungsi untuk melindungi otot dari cedera akibat peregangan yang berlebihan, akan menyebabkan otot yang teregang tadi untuk berkontraksi jadi memendek kembali. Dan kontraksi ini justru akan menghalangi otot untuk bisa meregang secara maksimal.


Kajian fisiologis menenai metode latihan peregangan dinamis
            Apabila seseorang meregangkan suatu kelompok otot dengan metode peregangan dinamis, artinya dalam gerakannya ada renggutan-renggutan yang mendadak, maka setiap renggutan itu akan merangsang muscle spindle. Refleks muscle spindle berperan dalam kontraksi otot. Apabila refleks ini muncul, maka otot yang hampir teregang secara berlebihan tiba-tiba berkontraksi, sehingga otot belum meregang secara maksimal, sudah terjadi kontraksi otot yang bersangkutan. Hal inilah yang menyebabkan pemanjangan otot sudah tidak dimungkinkan lagi. Jadi, peregangan dinamis kurang efekyif apabila dipakai untuk melatih memperluas ruang gerak sendi dan untuk membuat otot elastis, karena peregangan ini tidak atau hampir tidak memberikan kesempatan kepada seseorang untuk meregangkan otot sampai melewati titik sakit (tidak mengikuti prinsip overload). (Dharma, 1984/1993, Ganong, 1995).
            Hal ini sejalan dengan pendapat Harsono (1988:165) yaitu, “peregangan dinamis kurang efektif apabila dipakai untuk melatih memperluas ruang gerak sendi dan untuk membuat otot elastis. Akan tetapi dinamic stertch tetap akan efektif apabila dipergunakan untuk latihan pemanasan badan.”
            Oleh karena itu dalam pemanasan, sebelum melakukan aktivitas atau latihan dianjurkan untuk tetap mempergunakan peregangan dinamis, karena lebih efektif dan cocok. Peregangan dinamis akan cepat membuat tubuh menjadi panas dan dapat menghilangkan kekakuan pada sendi.

      2.            Metode latihan peregangan statis
Metode peregangan statis merupakan salah satu metode latihan peregangan yang dapat meningkatkan fleksibilitas. Metode ini juga dilakukan sendiri tanpa bantuan dari pihak lain seperti pada metode peregangan dinamis. Yang membedakannya adalah pada peregangan dinamis terjadi terjadi gerakan merenggut-renggutkan badan, namun kalau dalam peregangan statis, pelaku mengambil sikap sedemikian rupa dan mempertahankan sikap tersebut secara statis selama 20 detik sehingga meregangkan suatu kelompok otot tertentu.
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan latihan peregangan statis menurut Harsono (1988:167) adalah sebagai berikut :
                              1.            Regangkan otot secara perlahan-lahan dan tanpa kejutan
                              2.            Segera terasa regangan pada otot, berhentilah sebentar, kemudian lanjutkan regangan sampai terasa agak sakit; berhenti lagi; kemudian lanjutkan regangan sampai sedikit melewati titik rasa sakit, bukan sampai terasa sakit yang ekstrim
                              3.            Pertahankan sikap terakhir ini secara statis selama 20-30 detik
                              4.            Seluruh tubuh lainnya tinggal relax, terutama otot-otot antagonisnya (yang diregangkan), agar ruang gerak sendi mampu untuk meregang lebih luas
                              5.            Bernapaslah terus, jangan menahan napas
                              6.            Selama mempertahankan sikap statis selama 20-30 detik, kembalilah ke sikap semula secara perlahan-lahan, agar ototnya tidak berkontraksi. Sebab kontraksi ini akan memberikan rangsangan kepada otot yang baru kita panjangkan tadi memendek kembali.

Kajian fisiologis mengenai metode latihan peregangan statis
            Dalam metode peregangan statis, regangan otot dilakukan secara perlahan-lahan sampai limit rasa sakit (rasa sakit pertama) dan bukan sampai terasa sakit yang ekstrim. Sikap ini dipertahankan selama 20 detik, setelah itu kembalilah secara perlahan-lahan ke sikap sempurna.
a.       Membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, dan kelincahan
b.      Membantu memperkembang prestasi
c.       Menghemat pengeluaran tenaga pada waktu melakukan gerakan-gerakan
d.      Membantu memperbaiki sikap tubuh
Dari beberapa penjelasan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas memegang peranan penting bagi segala tingkatan usia dalam menunjang aktivitas kehidupannya sehari-hari. Hal ini diperjelas oleh Bahagia (1997:17) yang menyebutkan “Kemampuan fleksibilitas yang terbatas juga dapat menyebabkan penguasaan teknik yang kurang baik dan prestasi rendah.”
Menurut Dwijowinoto (1984/1993:330), “pengalaman menunjukkan bahwa elastisitas otot berkurang sesudah masa tak aktif yang panjang. Sebaliknya, peregangan otot yang teratur rupanya dapat meningkatkan elastisitas otot.” Oleh karena itu agar elastisitas otot dapat diperoleh dengan hasil yang maksimal, maka latihan untuk meningkatkan fleksibilitas sangat diperlukan, sebab fleksibilitas seseorang dapat menurun apabila tidak dilatih.




BAB 3
PEMBAHASAN

3.1. Fleksibilitas otot dan sendi pada lansia
Usia merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas seseorang. Fleksibilitas seseorang meningkat pada masa kanak-kanak dan berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Corbin dan Nobie (1980) dalam Bloomfield, bahwa fleksibilitas akan meningkat pada waktu kanak-kanak sampai masa remaja kemudian menetap, selanjutnya dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan mobilitas secara berangsur-angsur.
Fleksibilitas memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Peranan fleksibilitas sangat dibutuhkan segala tingkatan usia, baik bagi anak-anak maupun orang tua, terlebih bagi para olah ragawan. Oleh karena peranannya sangat penting, maka fleksibilitas harus merupakan bagian dari suatu program latihan. Metodelogi latihan fleksibilitas tertuju pada dua jenis yaitu fleksibilitas umum dan fleksibilitas khusus. Fleksibilitas umum tertuju pada pemikiran bahwa setiap atlet harus memiliki mobilitas dari seluruh persendian tubuhnya. Karena itu fleksibilitas merupakan persyaratan yang harus dimiliki olehragawan untuk melaksanakan berbagai tugas latihan.
Setiap program latihan harus meliputi pemanasan, latihan inti, dan penutup atau pendinginan. Begitu juga latihan fleksibilitas harus didahului oleh pemanasan, latihan inti, dan penutup.
Untuk memulai latihan fleksibilitas, pemanasan harus dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Harsono (1988:171) yang menyatakan, “Seperti dalam latihan bentuk fleksibilitas lainnya, lakukan warm-up sebelumnya, oleh karena otot-otot yang masih dingin tidak mudah diregangkam.”
Pemanasan sangat penting dilakukan karena fungsi utama dari pemanasan adalah untuk menghindari kemungkinan terkena cidera otot dan sendi. Otot dan sendi yang masih dingin biasanya masih kaku sehingga mudah terkena cedera kalau tiba-tiba harus melakukan latihan berat.
Waktu yang dianjurkan untuk melakukan pemanasan adalaha paling sedikit 10 menit. Hal ini sesuai dengan pendapat Bompa (1994:321) yang menyebutkan bahwa pemanasan adalaha paling sedikit 10 menit.
Dalam latihan inti, pemilihan bentuk latihan, kompleksitasnya, serta tingkat kesulitannya harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Dalam latihan inti, Bompa menjelaskan bahwa latihan fleksibilitas mula-mula harus dilakukan dengan gerakan luas pergerakan yang tidak menyakitkan atlet, lalu ditingkatkan secara progresif sampai batas kemampuannya dan setiap latihan harus ditujukan untuk mencapai batasnya dan bahkan lebih jauh lagi.
Untuk latihan penutup, Moeloek (1984:114) menjelaskan, “Waktu cooling down 5-10 menit” tujuan dari latihan penutup adalah untuk menghindari otot sakit atau kaku pada keesokan harinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Giriwijoyo (1992:63)
Berbagai gerakan ringan itu akan membantu memperlancar sirkulasi (mengaktifkan pompa vena), sehingga akan membantu mempercepat pembuangan sampah-sampah sisa olah daya dari otot-otot yang aktif pada waktu melakukan olah raga sebelumnya. Dengan tersingkirnya sampah-sampah sisa olah daya secara lebih baik, maka rasa pegal-pegal setelah olahraga lebih dapat dicegah atau dikurangi.


3.2. Pengaruh senam aerobik intensitas Rendah dan tinggi terhadap fleksibilitas otot dan sendi pada lansia
Memasuki lanjut usia akan mengalami kemunduran fisik, kemunduran secara fisik akan terjadi penurunan massa otot serta fleksibilitasnya. Sehingga, dapat mempengaruhi kemampuan lansia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Latihan fisik pada lansia dapat mencegah kemunduran secara fisik akibat proses penuaan. Komponen latihan fisik lansia yaitu, latihan fisik fleksibilitas, kekuatan dan keseimbangan. Namun penaruh latihan fisik fleksibilitas pada lansia terhadap peningkatan kemandirian lansia perlu diteliti lagi, karena pada kasus ini kami ingin mengembangkan metode peningkatan fleksibilitas otot pada lansia menggunakan aerobik.
Aerobik yang digunakan adalah aerobik intensitas sedang dan tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perbaikan fleksibilitas otot pada lansia jika membandingkan antaa latihan yang memiliki intensitas sedang dengan latihan yang memiliki intensitas tinggi. Hal ini dikaitkan dengan waktu pelaksanaan latihan untuk memanipulasi kegiatan agar sesuai dengan kebutuhan lansia. Pada aerobik sedang dilakukan latihan kira-kira 30-45 menit untuk lansia dan dilakukan setidaknya seminggu 3 kali, dan untuk intensitas tinggi akan dilakukan latihan dengan waktu 10-20 menit atau setidaknya hingga lansia merasa cukup lelah dengan rentang 1-2 kali dalam seminggu. Latihan aerobik ini tidak bisa dipaksakan karena akan berdampak buruk terhadap kesehatan lansia.
Melakukan aerobik memiliki manfaat meningkatkan denyut jantung dan memperlancar peredaran darah yang telah melemah, jika lansia melakukan senam aerobik secara terus menerus dan kelelahan akan mengganggu kesehatan lansia.
Dengan menggunakan metode yang telah dipaparkan diatas kami memiliki keyakinan bahwa senam aerobik akan berhasil untuk meningkatkan fleksibilitas otot pada lansia. Karena dalam aerobik terdapat banyak gerakan dalam tubuh, dapat memaksimalkan gerakan di semua bagian tubuh. Banyak manfaat yang dapat dilakukan dengan malekukan gerakan-gerakan yang teratur. Dan kami menyarankan untuk melakukan aerobic.
Untuk menambah jangkauan gerak sendi, otot-otot perlu di ulur/diregangkan melampaui titik batas tahan basanya. Latihan ini harus dilakukan dengan rutin dan menggunakan metode yang cocok. Perengangan berhubungan dengan proses pemanjangan otot (elongation). Latihan-latihan perengangan dapat dilakukan dalam berbagai cara tergantun pada tujuan yang ingin dicapai, kemampuan kita, dan keadaan atau kondisi latihan. Atlet berprestasi seharusnya lebih banyak melakukan perengangan tingkat lanjutan daripada seorang yang baru memulai program latihan peregangan secara sederhana untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh.




DAFTAR PUSTAKA


Brown,Judith E.et al. 2005. Nutrition through the life cycle 2nd ed. Thomson Wadsworth: USA. Chernoff R. 2006. Getriatic nutrition the health professional’s handbook 3rd Ed. Jones and Bartlett Publishers: Canada.
Brick, Lynne. 2002. Bugar Dengan Senam Aerobik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Darmojo, B. 1979. Masa Depan Geriatri di Indonesia. Acta Medica indonesia X, 84-104 (Simposium Geriatri ke-2, Jakarta).  In: H.Hadi Martono dan Kris Pranarka : Boedhi-Darmojo (2004). Buku Ajar GERIATRI  Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, pp.14.102.
Dempsey, PA & Dempsey, AD. Riset Keperawatan : Buku Ajar dan Latihan. Alih Bahasa: Palupi W. Jakarta : EGC.2002.
Dinata, Marta. 2007. Langsing dengan Aerobik. Jakarta: Cerdas Jaya.
Erin, Hanssen. 2000. Exercises and the Elderly : An Important Prescription. TOH, Civic Campus.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga: jakarta
Farizati, Karim. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Depkes RI.
Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi 2 Cetakan ketiga .Jakarta: Salemba Medika.
Kathy, Gunter. 2002. Healthy, Active Aging : Physical Activity Guidelines for Older Adults. Oregon State University
Kozier, B., Erb, G. and Blais, K., 2004, Fundamental of nursing, concepts, process and practice, Addison Wesley Publishing, Company, Inc, California.
Martono, Hadi. 2009. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Maryam, Siti S.Kp dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Nurhasan dkk. 2005. Petunjuk Praktis Pendidikan Jasmani. Surabaya. Unesa University Press.
Sudoyo W Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Cetakan Kedua. Jakarta: Pusat Penerbitan Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setijono, Hari dkk. 2001. Instruktur Fitness. Surabaya. Unesa University Press.
Sugiyanto, 1993. Belajar Gerak. Jakarta : KONI Pusat